Nubuat-nubuat Palsu Muhammad

 

AlKitab, yaitu termasuk Kitab-Kitab Taurat, Zabur dan Injil telah memberikan kita suatu pengujian dan garis-panduan untuk membedzakan nabi sejati dari yang palsu:

"Tetapi seorang nabi, yang terlalu berani untuk mengucapkan demi namaKu perkataan yang tidak Kuperintahkan untuk dikatakan olehnya, atau yang berkata demi Allah lain, nabi itu harus mati. Jika sekiranya kamu berkata dalam hatimu: Bagaimanakah kami mengetahui perkataan yang tidak difirmankan TUHAN?' - Apabila seorang nabi berkata demi nama Tuhan dan perkataannya itu tidak terjadi dan tidak sampai, maka itulah perkataan yang tidak difirmankan TUHAN; dengan terlalu berani nabi itu telah mengatakannya, maka janganlah gentar kepadanya."

Ulangan 18:20-22

Berdasarkan penjelasan mengenai apa yang dikatakan Tuhan dalam ayat di atas, kita akan menguji beberapa ramalan yang dibuat oleh Muhammad dalam Quran dan tradisi keislaman untuk melihat apakah ia dapat lolos dan disahihkan dari ujian Allah ini.

 

Tentang Penaklukan Romawi atas Persia

Surah 30:2-4:

"Kekaisaran Romawi telah dikalahkan - di suatu tempat yang dekat: Namun mereka, (walaupun) setelah kekalahan mereka (ini), akan segera berjaya - di dalam beberapa tahun."

Sebagaimana nubuat menyatakan bahwa Byzantium memang meraih kemenangan atas bangsa Persia/Parsi yang sebelumnya mengalahkan mereka. Namun ada beberapa permasalahan mendasar mengenai yang orang dianggap nabi ini:

o Menurut Yusuf Ali kata Arab untuk "beberapa tahun," Bidh'un, menandakan suatu periode antara tiga hingga sembilan tahun; namun berdasarkan beberapa cendekiawan kemenangan itu belum terjadi hingga hampir empatbelas tahun kemudian. Bangsa Parsi mengalahkan Kekaisaran Romawi Timur (Byzantine/Byzantium) dan menguasai Yerusalem sekitar 614 atau 615 Masehi. Perlawanan Byzantium belum dimulai hingga 622 M dan kemenangan itu belum terselesaikan hingga 628 M, yang mengakibatkan suatu periode antara tigabelas hingga empatbelas tahun, bukan "beberapa tahun" seperti yang disinggung dalam Quran.

o Naskah Quran yang asli tidak memiliki tanda-tanda huruf hidup. Karena itu, kata Arab 'Sayaghlibuna' - "mereka akan menaklukkan," dapat dengan mudah telah diubah, dengan perubahan dua huruf hidup, Sayughlabuna, "mereka (yaitu bangsa Romawi) akan dikalahkan." Karena tanda-tanda huruf hidup belum ditambahkan hingga beberapa saat setelah kejadian ini, sangatlah mungkin bagi seorang ahli tulis untuk secara sengaja mengubah naskah, memaksakannya menjadi pernyataan yang bersifat nubuatan (prophetic).

Kenyataan ini dikuatkan oleh pentafsir Muslim terkenal al-Baidawi. C.G. Pfander menyinggung komentar-komentar Baidawi mengenai bacaan-bacaan yang berbeda yang melingkupi bagian ini:

" Namun Al Baizawi melumpuhkan keseluruhan argumen kaum Muslim dengan memberikan informasi pada kita tentang beberapa macam bacaan dalam ayat-ayat Suratu'r Rum. Ia memberitahukan kita bahwa beberapa orang telah membaca secara lazimnya dari teks Arab yang asli. Maka perubahannya akan menjadi: 'Kerajaan Romawi Timur (yaitu Byzantium) telah berkuasa di bagian terdekat negeri, dan mereka akan dikalahkan dalam waktu singkat'.

Jika ini merupakan bacaan yang benar, keseluruhan cerita tentang pertaruhan Abu Bakar dengan Ubai pasti hanyalah suatu dongeng, karena Ubai telah lama meninggal sebelum kaum Muslim mulai mengalahkan Byzantines, dan jauh sebelum kemenangan Heraclius atas bangsa Persia.

Ini membuktikan bagaimana tidak dapat dipercayanya kepercayaan-kepercayaan (tradisi hadis) seperti itu. Penjelasan yang diberikan oleh Al Baidawi adalah, bahwa Byzantium menjadi penakluk 'daerah subur Syria' (dalam bahasa Arab asalnya) dan bagian itu meramalkan bahwa kaum Muslim kemudian akan segera mengatasi mereka. Jika yang dimaksudkan ini, Kepercayaan yang mencatat konon 'turunnya' ayat-ayat ini pada sekitar enam tahun sebelum Hijrah pastilah keliru, dan naskah itu berasal dari seawal-awalnya 6 Masehi.

Jelas bahwa, tanda-tanda huruf hidup tidak digunakan saat pertama kali Qur-an dituliskan ke dalam huruf-huruf Kufa, tak seorangpun yakin manakah yang benar diantara kedua bacaan tersebut. Kita sudah melihat terdapatnya banyak ketidakpastian mengenai :

  1. Waktu saat ayat-ayat tersebut 'diturunkan',
  2. Bacaan yang sebenarnya, dan
  3. Arti, dimana sangat tidak mungkin untuk menunjukkan bahwa naskah tersebut mengandung suatu nubuatan yang tergenapi. Maka, tak dapat dianggap sebagai bukti nubuatan Muhammad."
  4. (C. G. Pfander, Mizan-ul-Haqq - The Balance of Truth, direvisi dan diperluas oleh W. St. Clair Tisdall [Light of Life P.O. Box 18, A-9503, Villach Austria], 279-280)

    Ini menjadi kasus, seorang Muslim tak dapat secara yakin mengatakan pada kita manakah bacaan yang sebenarnya dari naskah itu dan oleh sebab itu tak dapat meyakinkan kita bahwa ayat ini sejak awal meramalkan kemenangan Byzantine atas bangsa Persia. Walau bagaimanapun perubahan menghadapkan kita pada nubuat palsu dalam Quran.

    o Adalah mengagumkan bahwa nubuat Tuhan tak menunjukkan waktu yang pasti dari kemenangan itu, mengingat bahwa Tuhan adalah yang maha tahu dan maha bijaksana, menyatakan akhir dari sejak awal. Ketika Tuhan menentukan kerangka waktu sebagai suatu bagian yang penting dari suatu nubuatan kita akan mengharapkan ketepatannya, bukan hanya dugaan belaka.

    Bagi Tuhan untuk memperkirakan Byzantines akan menang pada satu waktu di dalam "beberapa tahun" seakan menolak untuk menentukan waktu yang pasti, adalah tak konsisten dengan kepercayaan akan Dia yang Maha Mengetahui (Omniscient), Maha Kuasa (Omnipotent). Karena itu, sepertinya tidak akan mungkin bila Tuhan yang sejati akan membuat nubuat seperti itu.

    Menariknya, istilah "beberapa tahun" selanjutnya semakin mendiskreditkan dan menyangkal apa yang dikatakan nubuat ini. Abu Bakar percaya bahwa istilah "beberapa tahun" berarti Byzantium akan menang dalam tiga tahun:

    "Bagian ini merujuk kepada kekalahan Byzantium di Syria oleh bangsa Parsi dibawah pimpinan Khusran Parvis. (615 M - 6 tahun sebelum Hegira). Walaupun begitu, kekalahan bangsa Parsi akan terjadi sesegera mungkin 'hanya dalam beberapa tahun'. Dengan petunjuk ramalan ini, Abu Bakar bertaruh dengan Ubai-ibn-Khalaf bahwa ramalan ini akan tergenapi di dalam waktu tiga tahun, namun ia dikoreksi oleh Mohammad yang menyatakan bahwa 'waktu singkat' adalah antara tiga hingga sembilan tahun (Al-Baizawi).

    Kaum Muslim mengatakan pada kita bahwa Byzantines mengatasi musuh-musuhnya di dalam waktu tujuh tahun. Kenyataannya, akan tetapi, adalah bahwa Byzantines mengalahkan Persia pada 628 M (penjelasan Al-Baizawi). Itu artinya duabelas tahun setelah ramalan Mohammad. Sebagai konsekuensinya bagian itu tak memenuhi syarat sebagai nubuatan, terutama karena waktu antara nubuat dan penggenapannya sangat terlalu singkat, dan kejadiannya dapat dengan mudah diramalkan."

    (Gerhard Nehls, Christians Ask Muslims [Life Challenge, SIM International; Africa, 1992], hal. 70-71)

     

    Tentang Saat Memasuki Mekah

    Surah 48:27 memberikan janji berikut ini:

    "Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesunguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat."

    Ayat ini diungkapkan berkenaan dengan kegagalan usaha kaum Muslim memasuki Mekkah untuk melakukan Tawaf (suatu bagian tatacara Haji yaitu berlari diantara dua gunung yang dimaksud untuk mengingat kisah pengambilan air oleh Siti Hajar untuk Ismail).

    Dalam perjalanannya menuju Ka'bah, mereka bertemu dengan seorang utusan kaum Mekkah yang dipimpin oleh Suhail b. Amr yang melarang kaum Muslim untuk menyelesaikan perjalanannya. Pertemuan ini kemudian berlanjut dengan penandatanganan perjanjian Hudaibiya.

    Beberapa masalah timbul dari kejadian ini. Pertama, saat penandatanganan perjanjian Hudaibiya Muhammad menyetujui kaum musyrik Mekkah untuk mengembalikan kepada mereka siapapun yang telah menjadi Islam. Pada saat yang sama Muhammad juga tunduk pada tuntutan mereka untuk mengganti tanda tangannya dari 'Muhammad, Utusan Allah' menjadi 'Muhammad, putera Abdullah' agar ia diperbolehkan untuk melakukan perjalanan ziarah ke Mekkah pada tahun selanjutnya. Artikel berikut ini diambil dari Sahih al-Bukhari, Jilid 3, Kitab 50, Nomor 891:

    " Ketika Suhail bin Amr datang, Rasul berkata, 'Kini persoalannya telah menjadi mudah.' Suhail berkata kepada Rasul 'Mari membuat perjanjian damai dengan kami.' Lalu, Rasul memanggil juru tulis dan berkata kepadanya, 'Tuliskan: Demi Nama Allah, Yang Maha Pemurah, Maha Pengasih.' Kata Suhail, 'Untuk "Pemurah," demi Allah, aku tak mengerti artinya. Jadi tuliskan: Demi NamaMu ya Allah, sebagaimana sebelumnya.' Kaum Muslim berkata, 'Demi Allah, kami tak akan menulis kecuali: Demi nama Allah, yang Maha Pemurah, Maha Pengasih.' Kata Rasul, 'Tuliskan: Demi NamaMu ya Allah.'

    Kemudian ia mendiktekan, 'Ini adalah perjanjian damai yang telah dibuat oleh Rasul Allah, Muhammad.' Kata Suhail, 'Demi Allah, jika kami tahu bahwa engkau adalah Rasul Allah kami tak akan menghalangi kamu untuk mengunjungi Ka'bah, dan tak akan memerangimu. Jadi, tuliskan: 'Muhammad bin Abdullah.' Kata Muhammad, 'Demi Allah! Aku adalah Rasul Allah walaupun engkau sekalian tak mempercayaiku. Tuliskan: Muhammad bin Abdullah.' (Az-Zuhri berkata, 'Rasul menerima semua itu, karena ia telah menyanggupi menerima semua yang mereka tuntut jika itu untuk menghormati peraturan Allah, (yaitu dengan memperbolehkan ia dan kelompoknya melaksanakan 'Umrah'.)')

    Rasul berkata kepada Suhail, 'Dengan persyaratan bahwa engkau memperbolehkan kami mengunjungi Rumah itu (Ka'bah) sehingga kami dapat melaksanakan Tawaf disekelilingnya.' Kata Suhail, 'Demi Allah, kami tak akan (memperbolehkan kamu tahun ini) agar tak memberikan kesempatan bagi bangsa Arab untuk memberitakan bahwa kami telah tunduk padamu, namun kami akan memperbolehkan engkau tahun depan.' BEGITULAH, RASUL MEMBUAT HAL ITU SECARA TERTULIS.

    'Kemudian Suhail berkata, 'Kami juga menetapkan bahwa engkau akan mengembalikan kepada kami siapa pun dari kami yang datang kepadamu, walaupun bila ia telah memeluk agamamu.' Kaum Muslim berkata, 'Terpujilah ya Allah! Bagaimana mungkin orang seperti itu dikembalikan kepada para musyrik setelah ia menjadi seorang Muslim?'" (huruf tebal sebagai satu penegasan)

    Salah satu dari mereka yang dipaksa untuk kembali ke Mekkah dengan para musyrik adalah Abu Jandal. Dalam Sirat Rasulullah (The Life of Muhammad, terjemahan Alfred Guillaume, Oxford University Press), hal 505 karya Ibn Ishaq kami diberitahukan:

    'Saat Suhail (perwakilan dari Mekkah dan penyusun perjanjian) melihat Abu Jandal ia bangkit dan memukulnya di bagian wajah dan merenggut kerahnya, sambil berkata, 'Muhammad, perjanjian di antara kita disepakati sebelum orang ini datang kepada engkau.' Ia membalas, 'engkau benar.'

    Ia mulai menariknya pada kerah bajunya dengan kasar dan menyeretnya kembali ke Quraysh, sementara Abu Jandal berteriak sekuat tenaga, 'Apakah aku akan dikembalikan kepada para musyrik dimana mereka dapat menjauhkanku dari agamaku O kaum Muslim?' dan itu menambahkan kekesalan orang-orang'" (huruf tebal dan miring menegaskan kami)

    Dan:

    'Saat mereka dalam keadaan ini Abu-Jandal bin Suhail bin 'Amr datang dari lembah Mekkah berjalan sempoyongan dengan belenggu-belenggunya dan terjatuh diantara kaum Muslim. Suhail berkata, 'Ya Muhammad! Ini adalah persyaratan yang paling utama agar kita dapat berdamai dengan engkau, yaitu kamu harus mengembalikan Abu Jandal kepadaku.' Kata Rasul, 'Perjanjian perdamaian belumlah lagi dituliskan.' Kata Suhail, 'Takkan pernah kubiarkan engkau mempertahankannya.' Kata Rasul, 'Baik, lakukanlah.' Katanya, 'Aku takkan melakukannya: Kata Mikraz, 'Kami persilahkan engkau (mempertahankannya).' Abu Jandal berkata, 'Oh kaum Muslim! Akankah aku dikembalikan kepada pada musyrik walaupun aku telah menjadi seorang Muslim? Tidakkah kalian melihat betapa menderitanya aku?'

    Abu Jandal (sebelumnya) telah disiksa secara kejam karena imannya pada Allah' (Sahih al-Bukhari, Jilid 3, Kitab 50, Nomor 891)

    Kita perlu mempertanyakan apakah Musa pernah menyerahkan orang yang telah bertobat (terutama yang orang Mesir) kembali kepada berhala Firaun untuk menyenangkannya agar mendapatkan yang dia inginkan? Pernahkah Isa menyetujui kebenaran Tuhan dengan mengadakan persetujuan dengan para Pharisi dengan mengembalikan para pengikutnya sehingga dapat diterima oleh para penguasa Yahudi? Akankah Musa atau Isa pergi sejauh mungkin untuk mengingkari kerasulannya agar menyenangkan kehendak para penyembah berhala'? Akankah keduanya menolak memuliakan Tuhan yang sejati berdasarkan apa yang diperintahkan oleh sang Pencipta dan menyetujui permintaan untuk memanggil Tuhan berdasarkan kehendak orang-orang yang tak percaya, sebagaimana yang Muhammad lakukan?

    Sebagaimana orang akan mengira bahwa kaum Muslim menjadi marah, terutama Umar b. al-Khattab yang mendebat Muhammad:

    'Umar bin al-Khattab berkata, ' Aku menghampiri Nabi dan berkata, "Bukankah engkau adalah benar-benar utusan Allah?" Rasul berkata, "Ya, betul." Aku berkata, "Bukankah maksud kita adil dan maksud lawan tidak?" Katanya, "Ya." Aku berkata, "Lalu mengapa kita harus berendah diri dengan agama kita?" Katanya, "Aku adalah utusan Allah dan aku tak menentang Dia, dan Dia akan membuatku menjadi pemenang"'"

    (Sahih al-Bukhari, Jilid 3, Kitab 50, Nomor 891)

    Kemarahan kaum Muslim dapat dibenarkan ketika kita menyadari bahwa Muhammad telah menjanjikan pengikutnya untuk dapat memasuki Mekkah pada tahun yang sama. Ketika hal itu tak terjadi, Muhammad berusaha untuk meluruskan pernyataannya dengan berkata, "Benar, apakah aku mengatakan kepada engkau bahwa kita akan pergi ke Ka'bah tahun ini?" (Ibid)

    Dengan kata lain, karena ia tidak menjelaskan bilakah mereka akan memasuki Mekkah, hal ini tak dapat dikatakan sebagai nubuatan palsu! Ini hanyalah kekeliruan karena rombongan kaum Muslim sedang dalam perjalanan mereka menuju Mekkah pada saat utusan dari kaum musyrik Arab menghentikan mereka. Sebenarnya, salah satu dari kehendak Muhammad dalam penandatanganan perjanjian adalah bahwa kaum musyrikin membiarkan kaum Muslim untuk menyempurnakan perjalanan mereka ke Mekkah dalam melakukan Tawaf. Suhail mengingkari permintaan Muhammad dan malah kemudian membuat suatu perjanjian dimana kaum Muslim dapat memasuki Mekkah di tahun selanjutnya. Ibn Kathir lebih jauh mendukung hal ini dalam komentarnya pada Surah 48:27:

    "Dalam suatu mimpi, sang Utusan Allah melihat dirinya sendiri memasuki Mekkah dan melaksanakan Tawaf disekeliling Rumah. Ia mengatakan mimpinya ini kepada Sejawatnya saat ia masih di Al-Madinah. Ketika mereka pergi ke Mekkah pada tahun Al-Hudaybiyyah, tak seorang pun dari mereka meragukan jika penglihatan sang Rasul AKAN MENJADI KENYATAAN DI TAHUN ITU.

    Ketika perjanjian damai dirumuskan dan mereka harus kembali ke Al-Madinah tahun itu, dan diperbolehkan untuk kembali ke Mekkah pada tahun selanjutnya, BEBERAPA REKANNYA TAK MENYUKAI KEADAAN TERSEBUT. 'Umar bin Al-Khattab menanyakan tentang INI, katanya, 'Bukankah kamu telah memberitahukan kami bahwa kita akan pergi ke Rumah dan melaksanakan Tawaf disekelilingnya?"'

    (Tafsir Ibn Kathir, Ikhtisar, Jilid 9, Surat Al-Jatiyah hingga akhir Surat Al-Munafiqun, Diikhtisarkan oleh sekelompok sarjana dibawah pengawasan Shyakh Safiur-Rahman Al-Mubarakpuri [Darussalam Publishers & Distributors, Riyadh, Houston, New York, London, Lahore; edisi pertama, September 2000], hal. 171)

    Ini membuktikan sebenarnya Muhammad yakin bahwa ia akan memasuki Mekkah, sebuah rencana yang tak pernah menjadi kenyataan. Untuk menyelamatkan muka dan mengelak daripada dimalukan dia harus menyangkal untuk mengakui kalau sebenarnya ia telah menyatakan secara tak langsung bahwa kaum Muslim akan memasuki Mekkah pada tahun yang sama.

    Kedua, yang lebih buruknya lagi Muhammad melanggar perjanjian dengan kaum Mekkah dengan menolak mengembalikan seorang mualaf Muslim dari Quraysh. Penolakan ini jelas merupakan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah ditetapkan dalam perjanjian yang telah Muhammad setujui untuk ditandatangani:

    "Umm Kulthum Uqba b. Mu'ayt menyeberang ke rasul pada masa tersebut. Dua saudara lelakinya 'Umara dan Walid' anak Uqba datang dan bertanya kepada rasullullah untuk mengembalikannya kepada mereka berdasarkan perjanjian antara dia dan Quraysh di Hudaybiyya, namun Muhammad menolak. Tuhan melarang itu."

    (Sirat Rasulullah, hal. 509; huruf miring sebagai penegasan)

    Karena itu, Muhammad memberikan alasan pelanggaran sumpahnya dengan dalih bahwa itu adalah kehendak Tuhan untuk melakukan itu. Sayangnya untuk kaum Muslim, ini akan membuktikan bahwa Tuhannya Muhammad bukanlah Tuhan menurut Kitab Suci Alkitab karena melanggar sumpah adalah jelas dilarang. (banding dengan nas Bilangan 30:1-2)

    Berdasarkan semua pertimbangan tersebut kita sekali lagi terdorong untuk memberikan pertanyakan-pertanyaan berikut ini. Pernahkah Musa tunduk kepada perintah-perintah Fir'aun agar dapat membawa Israel keluar dari perbudakan Mesir? Pernahkah Isa Al-Masih mengingkari kemesiasanNya untuk mendapatkan jalan menuju Bait Suci?

    Pernahkah salah satu dari nabi Tuhan yang sejati bersekutu dengan kaum musyrik untuk menggenapi kehendak Allah? Apakah mereka ini tetap melanggar sumpah dan janji-janji mereka untuk mendapatkan keuntungan yang tak wajar dari para orang tidak percaya?

    Satu masalah terakhir dari semua ini adalah bahwa kaum Muslim menyatakan bahwa setiap kata dalam Quran diwahyukan secara langsung oleh Tuhan kepada Muhammad melalui Jibril. Berdasarkan asumsi ini kaum Muslim kemudian berpikir bahwa seseorang tak akan menemukan kata-kata Muhammad yang bercampurbaur dengan kata-kata Tuhan. Ini menjadi alasan, bagaimana kaum Muslim menjelaskan fakta bahwa pada Surah 48:27 Allah berkata : insha' Allah, yaitu "Bila Allah berkehendak"? Apakah Tuhan tak memahami keinginannya sendiri? Jika demikian, mungkinkah dia tak yakin bilakah tujuan dia akan menjadi kenyataan hingga ia harus membatasi pernyataannya dengan ungkapan, insha' Allah ?

    Orang dapat memahami bagaimana manusia yang tak luput dari kesalahan yang tak peka akan maksud Tuhan dapat membatasi pernyataan-pernyataan mereka dengan ungkapan "Jika Tuhan berkehendak" (banding nas Yakobus 4:13-15). Namun bagi Tuhan untuk membuat pembatasan itu adalah sama sekali tidak masuk akal.

    Lebih lanjut, jika Tuhanlah yang berbicara lalu siapakah yang dirujuknya saat ia berkata "Jika Tuhan berkehendak"? Apakah ia menunjuk pada dirinya sendiri ataukah orang lain? Jika ia merujuk kepada orang lain, lalu berapa banyak Tuhan yang ada? Atau mungkin Allah juga merupakan Mahluk multi-personal dengan melihat terdapatnya lebih dari satu Oknum yang membentuk kesatuan Allah?

    Ini mengantarkan kita untuk menyimpulkan bahwa ramalan Muhammad bukan hanya gagal untuk terwujudkan, namun juga bahwa alasan-alasannya dalam menciptakan wahyu adalah kekuasaan, uang dan ketenaran. Ayat ini sekaligus membuktikan bahwa Tuhan bukanlah pengarang Quran.

     

    Tentang Kemunculan Antikristus / Sang Dajjal dan Hari Kiamat

    Muhammad menyatakan tanpa bukti bahwa antikristus (disebut Dajjal) akan muncul segera setelah kaum Muslim mengalahkan Konstantinopel. Berikut ini diambil dari Sunan Abu Dawud :

    Kitab 37, Nomor 4281:

    Dikisahkan oleh Mu'adh ibn Jabal:

    Rasul berkata: Kejayaan Yerusalem akan terjadi ketika Yathrib dalam kehancuran, kehancuran Yathrib akan terjadi saat perang agung muncul, pecahnya perang agung adalah saat penaklukan Konstantinopel dan penaklukan Konstantinopel adalah ketika sang Dajjal (Antikristus) muncul. Ia (Rasul) menepuk pahanya atau pundaknya dengan tangannya dan berkata: Ini adalah benar sebagaimana keberadaanmu di sini atau sebagaimana kamu duduk (maksudnya Mu'adh ibn Jabal).

    Kitab 37, Nomor 4282:

    Dikisahkan oleh Mu'adh ibn Jabal:

    Rasul berkata: Perang agung, penaklukan Konstantinopel dan munculnya Dajjal (Antikristus) akan berlangsung di dalam tenggang waktu tujuh bulan.

    Kitab 37, Nomor 4283:

    Dikisahkan oleh Abdullah ibn Busr:

    Rasul berkata: Waktu antara perang agung dan penaklukan kota (Konstantinopel) adalah enam tahun, dan sang Dajjal (Antikristus) akan muncul di tahun ke tujuh.

    Oleh karena itu, kaum Muslim menaklukan Yerusalem (Baitul-maqqdis) pada 636 M. Konstanopel / Istanbul diambil alih oleh kaum Muslim pada Mei 1453 M. Namun nubuatan mengenai Yathrib (Medinah) menjadi reruntuhan dan kemunculan Antikristus yang akan terjadi tujuh bulan setelah penaklukan Konstantinopel / Istanbul tidak terwujud. Berdasarkan keyakinan sebelumnya Antikristus baru muncul pada November 1453.

    Orang dapat berharap untuk mengelak dengan mengatakan bahwa kejadian-kejadian ini merujuk kepada penaklukan-penaklukan yang akan datang. Misalnya beberapa orang dapat berharap untuk berkata bahwa Konstantinople dipakai sebagai sinonim dari Kerajaan Kristen Romawi. Ini kemudian akan meramalkan bahwa kaum Muslim akan mengambilalih Roma sebelum kemunculan ad-Dajjal.

    Masalahnya adalah bila Muhammad berbicara mengenai Roma ia dapat saja menggunakan kata bangsa Romawi (Bahasa Arab: Ar-Rum). Sebenarnya, bangsa Romawi/Ar-Rum merupakan nama yang diberikan pada surah 30 dalam Quran. Untuk menyebut Roma sebagai Konstantinopel atau bahkan Byzantium akan menjadi bertentangan dengan jaman. Lihat di atas.

    Karena itu, berdasarkan petunjuk faktor-faktor sebelumnya kami terdorong untuk menyimpulkan bahwa ramalan-ramalan Muhammad gagal untuk terwujudkan, sehingga itu mendiskualifikasikan kerasulannya.

    Muhammad juga percaya bahwa bumi berusia muda dan dunia akan berakhir secepatnya setelah kemunculannya. Kutipan-kutipan berikut ini diambil dari The History of al-Tabari, Jilid 1 - General Introduction and from the Creation to the Flood (terjemahan Franz Rosenthal, State University of New York Press, Albany 1989), dengan semua huruf tebal yang menegaskan pendapat kami:

    "Menurut Ibn Humayd- Yahya b. Wahid- Yahya b. Ya'qub- Hammad- Sa'id b. Jubayr- Ibn Abbas: Dunia ini merupakan satu dari beberapa minggu dunia lain- tujuh ribu tahun. Enam ribu dua ratus tahun telah terlewati. (Dunia) pasti akan mengalami beratus-ratus tahun, pada saat dimana di sana tak akan ada para orang percaya pada keesaan Tuhan. Orang-orang lain berkata bahwa total rentang waktu adalah enamribu tahun. (Tabari, hal. 172-173; menguatkan pendapat kami)

    "Menurut Abu Hisham- Mu'awiyah b. Hisham- Sufyan- al-A'mash- Abu Salih- Ka'b: Dunia ini berusia enamribu tahun." (Ibid.)

    "Menurut Muhammad b. Sahl b. 'Askar- Isma'il b. 'Abd al-Karim- 'Abd al-Samad b. Ma'qil I- Wahb: Lima ribu enam ratus tahun dari dunia ini telah berlalu. Aku tak tahu raja-raja dan nabi-nabi saiapa saja yang telah hidup di setiap masa (jaman) tahun-tahun tersebut. Aku bertanya pada Wahb b. Munabbih: Berapa lamakah (total berlangsungnya) dunia ini? Ia menjawab: Enam ribu tahun."

    (Tabari, hal 173-174; menegaskan pendapat kami)


    Menurut at-Tabari Muhammad percaya bahwa berakhirnya dunia akan terjadi 500 tahun setelah kedatangannya:

    "Menurut Hannad b. al-Sari and Abu Hisham al-Rifa'i- Abu Bakar b. 'Ayyash- Abu Hasin- Abu Salih- Abu Hurayrah: Utusan Allah berkata: Ketika aku dikirim (untuk menyampaikan pesan agung), aku dan Waktu seakan seperti dua hal ini, merujuk jari telunjuk dan jari tengahnya." (Tabaari, p.176; memperkuat pendapat kami, lihat juga hal 175-181)

    At-Tabari mengkomentari dan mengulas maksud dari 'Waktu adalah sedekat antara jari telunjuk dan jari tengah Muhammad':

    "Demikian, (bukti mengijinkan) suatu kesimpulan seperti berikut ini: Awal dari hari adalah terbitnya fajar, dan akhirnya adalah terbenamnya matahari. Lebih lanjut, kepercayaan (tradisi) yang diberitakan tentang kewenangan sang Nabi menggema. Sebagaimana kami telah singgung sebelumnya, ia berkata setelah melakukan sembahyang magrib: Apa yang terisa dari dunia ini bila dibandingkan dengan apa yang telah berlalu hanyalah sebagaimana apa yang tersisa dari hari ini dibandingkan apa yang telah berlalu dari hari ini. Ia juga berkata: Saat aku dikirim, Aku dan Waktu adalah sebagaimana ini- jari tengah- mendahului yang ini- jari telunjuk. Kemudian, rentang (waktu) antara pertengahan waktu sholat magrib- yaitu, saat segala bayangan dua kali ukurannya, menurut anggapan yang paling tepat ('ala al-taharri)-(hingga matahari terbenam) adalah merupakan rentang waktu setengah dari tujuh hari, lebih atau kurang.

    Demikian pula, kelebihan panjang jari tengah terhadap jari telunjuk adalah sesuatu mengenai itu atau mirip seperti itu. Ada juga tradisi kuat tentang kewewenangan dari Utusan Tuhan, sebagaimana aku diberitahu oleh Ahmad b. 'Abd al-Rahman b. Wahb- paman dari pihak ayahnya 'Abd-allah b. Wahb- Mu'awiyah b. Salih- 'Abd al-Rahman b. Jubayr b. Nufayr- ayahnya Jubayr b. Nufayr- rekan Nabi, Abu Tha'labah al-Khushani: Utusan Tuhan berkata: Benar, Tuhan tak akan membuat bangsa ini tak sanggup (bertahan) setengah hari- merujuk kepada hari dari seribu tahun.

    "Semua bukti-bukti ini secara bersamaan menjelaskan bahwa dari kedua pernyataan yang telah aku singgung mengenai total panjang waktu, menurut Ibn Abbas, dan menurut Ka'b, yang sepertinya lebih tepat jika didasarkan informasi yang datang dari Utusan Tuhan adalah yang merupakan pendapat Ibn 'Abbas yang diteruskan disini oleh kita dibawah pengawasannya: Dunia adalah satu dari berminggu-minggu dunia lain- tujuhribu tahun.

    "Akibatnya, karena hal ini dan laporan mengenai kewewenangan Utusan Tuhan yang kuat- yaitu, dimana ia melaporkan bahwa apa yang merupakan sisa waktu dunia ini selama masa hidupnya adalah setengah hari, atau limaratus tahun, karena limaratus tahun adalah setengah hari dari hari-hari, dimana satuannya adalah seribu tahun- kesimpulannya adalah bahwa masa dari dunia ini yang telah terlewati hingga saat pernyataan Rasul sesuai dengan apa yang telah kita sampaikan sepengetahuan Abu Tha'labah al-Khushani dari Rasul, dan adalah 6500 tahun atau sekitar 6500 tahun. Tuhan tahu yang terbaik!"

    (Tabari, hal. 182-183, huruf tebal bagi penegasan kami)

    Karena itu, berdasarkan kepercayaan-kepercayaan ini Muhammad meyakini bahwa tidak hanya dunia berusia kurang dari 7000 tahun namun juga akan berakhir pada hari yang ketujuh, atau tujuhribu tahun sejak diciptakan.


    Berdasarkan hal itu, dunia seharusnya telah berakhir di suatu masa antara 1070-1132 TM, sekitar 500 tahun setelah kelahiran dan kematian Muhammad. Ini didasarkan kepada fakta dimana menurut at-Tabari dan lain-lainnya, kedatangan Muhammad terjadi kira-kira 6500 tahun dari saat penciptaan. Ini jelaslah merupakan nubuatan palsu.

    Namun penanggalan ini menyangkal perhitungan yang diperkirakan oleh Abu Dawood dalam Sunannya. Di sana, kita membaca bahwa Antikristus atau Dajjal akan muncul tujuh bulan setelah penaklukan Konstantinopel (Istanbul), suatu peristiwa yang terjadi pada tahun 1453 TM. Ini menjadi masalahnya, bagaimanakah mungkin Muhammad menyatakan di tempat lain bahwa dunia akan berakhir 500 tahun setelah kelahirannya dan kematiannya sendiri? Yang lebih memperburuk keadaan, kepercayaan-kepercayaan Islam menyatakan bahwa Antikristus dan sang Dajjal itu sebenarnya ada selama sepanjang hidup Muhammad. Sebenarnya, menurut andaian sesetengah umat Islam Antikristus dan Dajjal itu adalah seorang pria yang bernama Ibn Saiyad:

    Sahih al-Bukhari, Jilid 2, Kitab 23, Nombor 437:

    Dikisahkan oleh Ibn 'Umar:

    'Umar berangkat bersama dengan Rasul dengan sekelompok orang menuju Ibn Saiyad sampai mereka melihatnya bermain bersama anak-anak dekat perbukitan kecil Bani Mughala. Ibn Saiyaf pada saat itu hampir pada tahap masa pubertasnya dan tidak memperhatikan (kami) sampai Rasul menepuk dengan tangannya dan berkata kepadanya, "Apakah kamu bersaksi bahwa aku adalah Rasul Allah?" Ibn Saiyad menoleh padanya dan berkata, "Aku bersaksi bahwa engkau adalah Utusan orang-orang tak terpelajar." Kemudian Abu Saiyad bertanya kepada Rasul , "Apakah engkau bersaksi bahwa aku adalah Rasul Allah?" Rasul menyangkal dan berkata, "Aku percaya kepada Allah dan Utusan-utusanNya." Kemudian ia berkata (kepada Ibn Saiyad), "Bagaimana menurutmu?" Ibn Saiyad menjawab, " Orang-orang benar dan para pendusta mengunjungi aku." Rasul berkata, "Kamu telah menjadi bingung mengenai hal ini."

    Kemudian Rasul berkata kepadanya, "Aku telah menyimpan sesuatu (dalam pikiranku) untukmu, (dapatkan kamu mengatakannya?)" Ibn Saiyad berkata, "Itu adalah Al-Dukh (asap)." (2) Rasul berkata, "Biarlah engkau berada dalam kenistaan. Kamu tak bisa melewati keterbatasan-keterbatasanmu." Tentang itu 'Umar, berkata, "Ya Rasul Allah! Biarkanlah aku memenggal kepalanya." Kata Rasul , "Bila memang ia adalah itu (maksudnya Dajjal), maka kamu takkan dapat mengatasinya, dan jika bukan, maka tak ada guna untuk membunuhnya."

    (Ibn 'Umar menambahkan): Kemudian Rasul Allah sekali lagi berlalu bersama Ubai bin Ka'b hingga ke pepohonan taman kurma dimana Ibn Saiyad tinggal. Rasul ingin mendengar sesuatu dari Ibn Saiyad sebelum Ibn Saiyad dapat melihatnya, dan Rasul melihat ia berbaring ditutupi sehelai kain dan dimana bisikannya dapat terdengar. Ibu Ibn Saiyad melihat Rasul Allah ketika ia menyembunyikan dirinya di belakang batang-batang pohon kurma. Ia memanggil Ibn Saiyad, "Hei Saf! (begitulah Ibn Saiyad dipanggil) Ada Muhammad di sini." Dan Ibn Saiyad pun bangkit. Rasul berkata, "Jika perempuan ini membiarkannya (Sekiranya perempuan ini tidak mengganggunya), Ibn Saiyad pasti telah menyingkapkan kenyataan yang sebenarnya."

    Kepercayaan serta andaian tersebut terus berlangsung hingga secara positif mengidentifikasikan Ibn Saiyad sebagai Antikristus:

    Sahih al-Bukhari, Jilid 9, Kitab 92, Nomor 453:

    Dikisahkan oleh Muhammad bin Al-Munkadir:

    Aku melihat Jabir bin 'Abdullah bersumpah demi Allah bahwa Ibn Saiyad adalah Dajjal. Aku berkata kepada Jabir, "Bagaimana kamu dapat bersumpah demi Allah?" Jabir berkata, "Aku telah mendengar "Umar bersumpah demi Allah mengenai hal ini disaksikan oleh Rasul dan Rasul tidak menyalahkannya."

    Sunan Abu Dawood, Kitab 37, Nomor 4317:

    Dikisahkan oleh Jabir ibn Abdullah:

    Muhammad ibn al-Munkadir berkata bahwa ia melihat Jabir ibn Abdullah bersumpah demi Allah bahwa Ibn as-Sa'id adalah Dajjal (Antikristus). Aku menyatakan keterkejutanku dengan berkata: Kamu bersumpah demi Allah! Katanya: Aku mendengar Umar bersumpah akan hal itu dengan disaksikan oleh Rasul Allah, namun Rasul Allah sama sekali tidak menyatakan keberatan terhadap itu.

    Akan tetapi kepercayaan-kepercayaan ini berlawanan dengan kepercayaan-kepercayaan (tradisi hadist) berikut ini dimana Dajjal/Antikristus digambarkan bermata satu dan dibelenggu dengan rantai:

    Sahih Bukhari, Jilid 4, Kitab 55, Nomor 553:

    Dikisahkan oleh Ibn Umar:

    Suatu ketika Rasul Allah berdiri diantara orang-orang, mengagungkan dan memuji Allah sebagaimana seharusnya dan kemudian menyebut tentang Dajjal dengan berkata, "Aku memperingatkan kamu akan dia (Dajjal) dan tak ada seorang rasul pun yang telah memperingatkan bangsanya tentang dia. Tak diragukan, Nuh memperingatkan bangsanya akan hal itu namun aku mengatakan kepada engkau tentang dia sesuatu yang mana tak seorang rasulpun pernah mengatakan kepada bangsanya sebelum aku. Engkau harus tahu bahwa ia bermata satu, dan Allah tidak bermata satu."

    Sunan Abu Dawood, Kitab 37, Nomor 4306:

    Dikisahkan oleh Ubadah ibn as-Samit:

    Rasul berkata: Aku telah mengatakan padamu begitu banyak tentang Dajjal (Antikristus) sehingga aku takut engkau takkan memahami. AntiKristus bertubuh pendek, berjarikaki seperti ayam betina, berbulu seperti wol, satu mata, berpandangan mata kabur, tidak menonjol maupun terbenam. Jika kamu bingung karenanya, ketahuilah bahwa Tuhanmu tidaklah bermata satu.

    Sunan Abu Dawood, Kitab 37, Nomor 4311:


    Dikisahkan oleh Fatimah, anak dari Qays:

    Rasul Allah suatu ketika menunda sholat jemaah malam.

    Ia muncul dan berkata: Pembicaraan Tamim ad-Dari menahanku. Ia menyampaikannya kepadaku dari seseorang yang berasal dari pulau-pulau ditengah laut. Tiba-tiba ia menemukan seorang wanita yang sedang mengusap rambutnya. Ia bertanya: Siapakah engkau?

    Perempuan itu berkata: Aku adalah Jassasah. Pergilah ke puri itu. Jadi aku pergi ke situ dan menemukan seorang lelaki yang sedang mengusap rambutnya, terbelenggu dengan ikat leher besi, dan melompat diantara Sorga dan Bumi.

    Aku bertanya: Siapakah engkau? Ia menjawab: Aku adalah Dajjal (Antikristus). Apakah Rasul para orang tak terpelajar telah muncul sekarang? Aku menjawab: Benar. Ia berkata: Apakah orang-orang mematuhinya atau mengacuhkannya? Aku berkata: Tidak, mereka mematuhinya. Ia pun berkata: Itu lebih baik bagi mereka.

    Orang mungkin menyisipkan disini dan menyatakan bahwa kepercayaan-kepercayaan (traditions) menyebutkan tentang 30 Antikristus yang akan datang ke dunia:

    Sunan Abu Dawood, Kitab 37, Nomor 4319:

    Dikisahkan oleh Abu Hurayrah:

    Rasul berkata: Saat Terakhir tak akan tiba sebelum munculnya tigapuluh Dajjal (para pendusta), setiap orang menganggap dirinya rasul Allah. (lihat juga Sahih al-Bukhari, Jilid 9, Kitab 88, Nomor 237)

    Ini secara tak langsung menyatakan bahwa Ibn Saiyad hanyalah satu dari ketigapuluh antikristus, bukan SANG Antikristus yang akan muncul sebelum berakhirnya dunia.

    Ada beberapa permasalahan dengan penegasan ini. Pertama, tak satupun dari kepercayaan-kepercayaan itu yang menyatakan bahwa Ibn Saiyad adalah satu dari tigapuluh antikristus / Dajjal yang akan muncul. Akan tetapi, kepercayaan-kepercayaan itu secara tak langsung menyatakan bahwa ia adalah Sang Dajjal atau Antikristus.

    Kedua, jika kita mengambil salah satu dari penanggalan yang diajukan oleh at-Tabari ataupun Abu Dawood, Ketigapuluh Dajjal semuanya harus telah muncul apakah sebelum 1070-1132 atau 1453 TM. Terakhir, menurut Perjanjian Baru dan Kitab Injil, Muhammad sebenarnya boleh diandaikan salah satu dari para Antikristus atau Dajjal tersebut :

    "Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus -sang Dajjal, akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir...Siapakah pendusta itu? Bukankah dia yang menyangkal bahwa Isa adalah Kristus? Dia itu adalah antikristus, yaitu dia yang menyangkal baik Bapa maupun Anak. Sebab barangsiapa menyangkal Anak, ia juga tidak memiliki Bapa. Barangsiapa mengaku Anak, ia juga memiliki Bapa."

    1 Yohanes 2:18, 22-23

    Karena Muhammad menyangkal bahwa Isa adalah Anak Allah maka ia adalah satu dari banyak antikristus yang akan datang - menurut rasul dan para hawariyun Yohanes.

    Sebab itu, tak peduli dari sudut mana seseorang melihat hal ini kami akan tetap terpaku pada kontradiksi-kontradiksi dan percanggahan yang tak terpecahkan dan ramalan-ramalan palsu.

     

    KESIMPULAN

    Akhir kata, mari kita selidiki tuntutan orang Islam yang seringkali dibuat ke atas nubuat dan ramalan dari Buku Ulangan Bab 18 ayat-ayat 15-21, di mana umat Islam seringkali buat andaian kononnya Muhammadlah nabi yang disebutkan di dalam nas Al-Kitab itu! Adakah tuntutan ini benar atau pun munasabah ?

    Untuk mengetahui kebenarannya, kita harus mendengar apa Isa Al-Masih sendiri memperkatakan tentang nubuat-nubuat dalam Kitab-kitab Taurat, Zabur dan tulisan-tulisan para Nabi. Baginda telah menyatakan dengan begitu jelas dan nyata :

    "Inilah perkara-perkara yang telah Aku beritahu kamu tatkala Aku masih bersama-sama kamu: Setiap perkara yang tertulis tentang diri-Ku, Yakni Isa sendiri - di dalam Kitab Taurat Musa, Kitab Nabi-Nabi dan Mazmur (Zabur) MESTILAH BERLAKU."

    Injil Lukas 24 : 44

    Apa pula dengan pegangan dan andaian para murid-murid dan Hawariyun Isa mengenai pernyataan Al-Masih Isa di atas ini? Para hawarii sendiri telah mensahihkan dan mengaminkan kata-kata Rabboni mereka Isa ini, dengan kata-kata seperti :

    "Dahulu kala, melalui Nabi-nabi-Nya, Allah memberitahu bahawa Penyelamat yang diutus-Nya harus menderita. Demikianlah PERKARA ITU SUDAH BERLAKU seperti yang dikehendaki-Nya. Oleh itu bertaubatlah daripada dosa dan kembalilah kepada Allah, supaya Dia menghapuskan dosa saudara-saudara. Jika saudara-saudara bertaubat, saudara akan mengalami pembaharuan (kesegaran) rohani.

    "Tuhan akan menghantar Isa Al-Masih datang kepada saudara-saudara, KERANA BAGINDA SUDAH DITETAPKAN OLEH TUHAN UNTUK MENJADI PENYELAMAT SAUDARA-SAUDARA. Isa harus tinggal sehingga TIBA MASANYA BAGI ALLAH MENJADIKAN SEMUANYA BARU. Seperti yang difirmankan (DINUBUATKAN) oleh Allah MELALUI NABI-NABINYA YANG SUCI Pada Zaman Dahulu.

    "MUSA PERNAH BERNUBUAT, 'TUHAN, ALLAH KAMU AKAN MENGUTUS SEORANG NABI KEPADA KAMU SEPERTI DIA MENGUTUS AKU (MUSA).
    NABI ITU AKAN DATANG DARIPADA BANGSA KAMU (ISRAEL) SENDIRI.
    Kamu harus mendengar SEMUA yang dikatakan-Nya'." *


    "Demikianlah ALLAH memilih dan mengutus Utusan-Nya ISA Al-Masih kepada saudara-saudara terlebih dahulu untuk memberkati saudara sekalian. Dia berbuat demikian supaya saudara sekalian bertaubat daripada cara hidup yang jahat."

    Kisah Rasul-Rasul 3 : 18 - 21, 26.

    Hawariyun dan murid Isa Al-Masih yang menyatakan hakikat diatas ialah rasul Petrus sendiri - yakni pemimpin kepada para Hawarii yang lain! Ayat yang bertanda * di atas adalah kutipan dan petikan beliau dari Kitab Taurat Buku Ulangan 18 ayat 15 dan 18.

    Sudah jelaslah ketua Para Hawariyun sendiri, Petrus, menganggap Isa al-Masih sebagai penggenap dan pemakbulan nubuat yang terkandung dalam firman Allah kepada Musa dari Kitab Taurat (Ulangan 18:15,18) itu! Adakah beliau menunggu akan kedatangan Muhammad 600 tahun selepasnya, sebagai perkabulan Nubuat ini ? Tidak ! Adakah Petrus, ketua hawariyun, telah berkata : 'Kita kena tunggu untuk datangnya satu lagi 'rasul dan nabi' dari tanah Arab atau 'keturunan Ismail' untuk pengenapan nubuat Taurat ini?? TIDAK Sama sekali!

    SEBALIKNYA, ketua para murid Isa ini telah merujuk kepada Isa Al-Masih sebagai Nabi Yang Dijanjikan Allah itu! Sebaliknya, lebih dari 550 tahun sebelum berlahirnya nabi Islam Muhammad itu, semua pengikut-pengikut Isa Al-Masih sudah pun akui dan menyanjung ISA Al-Masih sebagai Nabi yang telah dijanjikan dalam Kitab Taurat itu! Dan jelas sekali bukanlah Muhammad yang harus ditunggu-tunggukan sebagai 'nabi' apa-apa pun.

    Satu lagi kutipan dan pengsahihan ini datang dari satu lagi pengikut Isa, Stefanus, yang telah mengakui ISA sebagai Nabi Perjanjian Allah dalam Ulangan 18 itu, dalam Kisah Rasul-Rasul 7 ayat-ayat 35-38! Sebelum timbulnya nabi Islam Muhammad itu, semua pengikut Isa yang terawal sudah pun menyanjung ISA AL-MASIH sebagai Nabi Agung seperti Nabi Musa dari Kitab Taurat itu!

    Semua rujukan diatas sudah membuktikan bahawa para rasul-rasul dan hawariyun Isa Al-Masih TIDAK MENUNGGU UNTUK KEDATANGAN MUHAMMAD sebagai Nabi yang dinubuat oleh Nabi Musa itu, semua murid-murid Isa itu TIDAK PERNAH MENGANDAIKAN BEGITU dan tidak pernah mengajari asumsi kosong tersebut! Karena Apa ? Kerana - Sememangnya Muhammad BUKANLAH Nabi yang telah dijanjikan atau pun disebut-sebutkan di dalam Kitab Taurat !


    Jadi, adalah TIDAK MUNASABAH sama sekali untuk menganggap Muhammad sebagai 'nabi seperti Musa itu' atas sebab-sebab :

    1. Al-Masih Isa sendiri telah menyatakan secara terus-terang bahawa semua nubuat-nubuat dalam Kitab-Kitab Taurat, Zabur dan Nabi-nabi merujuk kepada Baginda Isa Al-Masih sendiri, bukan kepada orang lain. Injil Lukas 24 : 44.
    2. Semua hawariyun, murid-murid dan para sahabat Isa Al-Masih telah mengakui bahawa Isa sahajalah yang telah mengenapi nubuat-nubuat tersebut, termasuk nubuat Nabi Agung yang seperti Musa itu dalam Ulangan 18:15-18.
      Kisah Rasul-Rasul (KRR) 3 : 18-21 dan 26, KRR 7 : 37-38, Ulangan 18:15,18.
    3. Para hawariyun dan sahabat Isa Al-Masih adalah saksi-saksi hidup kepada segala yang telah dilakukan, dikatakan dan diajari oleh Isa Al-Masih semasa baginda berada di Bumi.
      Catatan dari KRR menunjukkan semua pengikut Isa Al-Masih telah menyanjung Isa sebagai penggenap semua Nubuat-nubuat Kitabiah itu - ratusan tahun sebelum lahirnya Muhammad.
    4. Sebaliknya, Muhammad dan pengikut-pengikutnya itu tidak pernah menjadi saksi-saksi kepada pelayanan dan pengajaran Al-Masih Isa itu, padahal mereka belum lagi dilahirkan sehingga lebih dari 570 tahun kemudian !
    5. Kami lebih yakin kepada kesaksian semasa hidup Al-Masih daripada tuntutan-tuntutan dan claim yang bukan punca dari saksi-saksi hidup (tetapi sebaliknya muncul hanya lebih dari 570 tahun kemudian).

Kami telah menyelidiki baik Quran dan kepercayaan-kepercayaan (tradisi) Keislaman dan menemukan bahwa kedua sumber tersebut mengandung ramalan-ramalan serta nubuat palsu.

Berdasarkan petunjuk kriteria nubuatan yang diberikan Allah dalam Kitab Suci Taurat dari Ulangan Bab 18 kami JUGA menemukan bahwa Muhammad tidak lulus ujian ini sekalipun. Artinya Muhammad bukanlah seorang rasul sejati atau seorang nabi sebagaimana Nabi Musa itu.

 

 


Indeks Utama