Bagaimana Muhammad Dapat Menjadi Seorang Yang Narsistik Jika …?

Orang yang narsistik pertama-tama harus meyakinkan anda akan legitimasinya dan untuk itu ia akan mengatakan apapun pada anda yang langsung akan anda nilai sebagai hal yang baik. Apakah anda orang yang mau mengikuti orang yang hanya mengajarkan kejahatan? Satu-satunya alat orang yang narsistik adalah tipuan. Ia juga menggunakan rasa takut, tetapi itu juga seringkali dilakukan melalui tipu daya. Ia dapat mengendalikan anda selama anda percaya kepadanya. Oleh karena itu, ia harus mencitrakan dirinya sendiri sebagai orang suci. Citra itulah yang mencengkeram anda. Jika topengnya telah disingkirkan, ia akan kehilangan semua kredibilitasnya dan kekuasannya.

Diposkan  oleh Ali Sina pada 16 Juni 2012

 

Bapak Ali Sina yang terhormat, mari kita menyederhanakan hal ini karena retorika seringkali mengkhianati niat seseorang. Mari kita beranggapan bahwa Muhammad memang benar merasa dibenarkan untuk memberikan perintah membunuh orang-orang demi mencapai tujuan-tujuannya dan visinya bagi masyarakat. Mari kita beranggapan bahwa Muhammad percaya pada pengorbanan manusia secara besar-besaran demi mencapai visi Islamnya, lalu kita harus bertanya MENGAPA ia melakukan semua ini. Saya mengemukakan hal ini karena jika mengatakan seseorang menderita NPD berarti membuat klaim yang sangat besar dan multi-faset. Saya mengemukakan hal ini sebagai seorang yang telah mempelajari dan mempraktikkan psikiatri.

Pertanyaan anda pun bersifat multi-faset dan membutuhkan jawaban yang panjang.

Yesus mempunyai visi untuk umat manusia. Visi itu adalah keselamatan. Ia beranggapan, demi mencapai visi-Nya itu, harus ada pengorbanan. Ia memberikan diri-Nya sendiri sebagai domba kurban. Ia menderita pemukulan, penyiksaan dan kematian yang sangat menyakitkan.

Hitler juga mempunyai visi. Visinya adalah untuk menjadi pemimpin kekal. Ia menggunakan kebencian rasial sebagai alat untuk mengumpulkan orang-orang di sekitarnya. Ia menyerahkan orang Yahudi dan ras-ras non Aria lainnya sebagai kurban.

Inilah letak perbedaan antara seorang pemimpin sejati dengan seorang narsistik yang sosiopat. Yang satu mengorbankan dirinya sendiri sedangkan yang lainnya mengorbankan orang lain.

Muhammad tidak mengorbankan dirinya sendiri. Ia meluncurkan 87 atau 88 penyerangan dalam sepuluh tahun terakhir hidupnya, dan tidak pernah turut ambil bagian dalam perang satu lawan satu. Ia tidak pernah melakukan perang pribadi apapun. Ia mengenakan dua jubah besi secara bertumpukan, dilindungi oleh para pengawal pribadinya saat berteriak dan menyemangati para pengikutnya agar bersegera menemui ajal demi pahala yang menanti mereka di dunia lain.

Ia membantai ribuan orang tidak bersalah selama hidupnya bahkan setelah ia mati; para penerusnya membunuh ratusan ribu orang. Jumlah ini akhirnya mencapai ratusan juta dan terus bertambah.

Muhammad meniru Hitler, bukan Yesus. Ini adalah petunjuk yang jelas untuk mengetahui bahwa ia bukanlah nabi yang sejati, melainkan seorang penipu. Jika saya mempunyai visi untuk menjadi kaya dan mengorbankan orang lain untuk mencapai tujuan saya, maka sudah tentu saya bukanlah orang yang baik, apalagi orang suci.

Sekarang, mari kita bicara tentang visi. Visi Yesus untuk umat manusia adalah pembebasan, kemerdekaan, keselamatan. Semua ini adalah kata-kata yang sinonim. Kemerdekaan dari apa? Kemerdekaan dari keyakinan palsu, agama palsu, peraturan kaku, kekuasaan tidak terbatas, dan sebagainya. Kemerdekaan ini adalah esensi visi Yesus bagi umat manusia. Anda dapat meringkaskan kekristenan dalam 4 kata: “Kebenaran akan memerdekakan kamu”. Yesus mengorbankan diri-Nya sendiri demi visi ini agar orang lain dapat dibebaskan.

Muhammad juga mempunyai visi. Visinya adalah perbudakan manusia. Ia berkata perbudakan ini adalah bagi Tuhan. Namun demikian, “Tuhan” yang dibicarakannya adalah “alter ego” – nya sendiri, alat agar orang melakukan apa yang diinginkannya. Perbudakan itu sebenarnya demi kepentingannya sendiri. Allah adalah sosok yang fiktif, dan tanpa Allah ia tidak dapat mencapai visinya untuk mendominasi dan memperbudak orang lain. Untuk apa orang (rela) berperang dan mengorbankan hidupnya bagi orang lain? Tetapi jika anda dapat meyakinkan orang bahwa dengan berperang bagi anda mereka akan mendapat pahala, di dunia ini dan di akhirat, kemungkinan besar mereka mau melakukan apa saja untuk anda. Mereka bersedia membunuh untuk anda, menjarah untuk anda dan mengijinkan anda untuk melakukan hubungan seks dengan anak-anak perempuan mereka yang masih di bawah umur. Yesus adalah “sekumpulan mitos”. Saya menyebut-Nya (dalam jawaban saya) sebagai perbandingan. Maksud saya adalah, JIKA Tuhan itu ada dan JIKA Ia ingin mengutus seseorang untuk menuntun umat manusia, maka Ia akan mengutus seseorang yang suci seperti Yesus dan bukan penjahat yang menjijikkan seperti Muhammad.

Jutaan orang Jerman melakukan kejahatan yang tidak terbayangkan. Mereka adalah orang-orang biasa. Mereka melakukan perang yang menumpahkan darah. Banyak dari antara mereka yang mengorbankan diri sendiri secara heroik, bukan untuk Hitler, tetapi demi “tujuan” yang digembar-gemborkannya pada mereka. Tujuan itu hanyalah alasan. Hitler tidak mengejar urusan rasial atau superioritas nasional, melainkan superioritas pribadi. Ia menggunakan semua itu sebagai “kendaraan”.

Semua pemimpin bidat mempunyai tujuan. Mereka tidak pernah secara langsung mempromosikan diri, karena hal itu tidak akan pernah diterima orang. Anda tidak akan mempunyai seorang pengikut pun jika anda mempromosikan diri sendiri. Tetapi jika anda memberikan sebuah tujuan, dan meyakinkan orang lain bahwa tujuan itu penting, dan anda adalah tokoh penting dan tidak tergantikan oleh siapapun demi keberhasilan mencapai tujuan itu, maka anda akan mempunyai banyak pengikut. Hitler memilih nasionalisme dan merestorasi kebanggaan Jerman sebagai tujuannya. Charles Manson memilih pemeliharaan udara, pohon-pohon, air dan hewan (ATWA) sebagai tujuannya. Shoko Asahara memilih mengakhiri penderitaan berkepanjangan melalui kelahiran kembali (reinkarnasi) sebagai tujuannya, dan demikian seterusnya. Muhammad memilih penyembahan kepada Allah dan monoteisme sebagai tujuannya.

Semua itu kedengarannya mulia. Anda harus memberikan suatu tujuan yang berharga kepada orang, jika anda ingin agar mereka mengorbankan diri mereka untuk anda dan melakukan kejahatan demi anda. Jika tujuan anda bersifat duniawi, anda tidak dapat mengharapkan siapapun untuk mengorbankan dirinya demi tujuan itu. Misalnya tujuan anda adalah untuk menghasilkan banyak uang. Jika anda mempunyai perencanaan yang bagus, banyak orang mau bekerja dengan anda untuk mencapai visi anda, selama mereka pun dapat memperoleh bagian pada akhirnya. Tetapi tidak seorangpun rela mengorbankan hidupnya demi tujuan itu. Sebaliknya, orang akan dengan senang hati menyerahkan nyawanya untuk tujuan-tujuan mulia seperti untuk Tuhan, bangsa, keadilan, dan sebagainya.

Pemimpin bidat membuat dirinya tidak terpisahkan dari tujuannya. Keberhasilan tercapainya tujuan itu bergantung hanya padanya semata. Tanpa dirinya maka tidak ada tujuan dan akan terjadi musibah. Ia harus dipandang sebagai satu-satunya orang yang dapat membawa umat manusia kepada visinya akan “tanah perjanjian”. Itulah kuncinya. Ada banyak tujuan yang penting, tetapi tidak menjadi bidat karena keberhasilannya (tercapainya tujuan itu) tidak bergantung pada satu orang saja. Misalnya memerangi Islam. Menurut saya ini adalah tujuan yang paling penting pada masa kini. Keberlangsungan hidup peradaban kita dan hidup jutaan orang bergantung pada tercapainya tujuan ini. Tetapi hal itu tidak ditentukan oleh satu orang saja. Jutaan orang yang telah mendapatkan pencerahan sedang memerangi Islam dan lebih dari ribuan orang lainnya bergabung dengan peperangan ini setiap hari. Sebuah bidat adalah tujuan yang hanya bergantung pada satu orang. Muhammad membuat dirinya tidak terpisahkan dari tujuannya. Anda tidak dapat percaya kepada Allah tanpa percaya kepada utusan-Nya. Ia adalah “kunci” pemberitaannya. Allah dan Muhammad ibarat ‘saudara kembar’, pinggul mereka menyatu. Yang satu tersembunyi, yang lainnya kelihatan. Mereka adalah rekanan yang tidak terpisahkan. Semua bidat memiliki karakteristik seperti ini. Jika sebuah tujuan dan seorang manusia tidak terpisahkan, maka anda akan melihat sebuah bidat.

Tujuan itu sebenarnya tidak relevan. Orang yang narsistik tidak berkomitmen pada tujuan apapun. Mereka mencomot sebuah tujuan yang menurut mereka dapat menarik pengikut dan akan meninggalkannya lalu menggantikannya dengan tujuan yang baru jika tujuan yang baru itu kelihatan lebih menarik. Ketika Muhammad memulai karir kenabiannya, ia tidak mempunyai tujuan lain selain mengklaim bahwa ia adalah seorang nabi dan orang harus percaya kepadanya, mengasihinya dan mengikutinya. Inilah beritanya dan inilah tujuannya. Tetapi itu adalah tujuan yang sangat dangkal dan kurang menarik. Kemudian ia mengambil monoteisme sebagai tujuannya dan mulai menghina agama orang Quraish. Ini terbukti labih berhasil karena membangkitkan kontroversi dan menarik perhatian. Tidak peduli apa yang anda khotbahkan, selalu akan ada orang-orang yang idiot yang akan mengikuti anda. Tetapi Muhammad menginginkan yang lebih. Ketika ia menghadapi perlawanan dan melihat bahwa agamanya tidak bertumbuh, ia mengakui bahwa Lat, Uzza dan Manat, tiga putri Allah Hubaal yang cantik juga patut disembah. Ini menyenangkan orang dan permusuhan pun berakhir. Tetapi cara ini tidak membuatnya mendapatkan pengikut baru. Faktanya, hal ini malah menjadikan agamanya tidak dapat dibedakan dengan paganisme. Setelah beberapa bulan, ia menyadari bahwa ia salah perhitungan dan menarik kembali perkataannya, dan mengatakan bahwa Jibril menemuinya dan menegurnya karena mengatakan sesuatu yang tidak dikatakan Jibril. Ia mengatakan bahwa ayat-ayat tersebut adalah ayat-ayat setan yang ditaruh Iblis di dalam mulutnya tanpa disadarinya. Orang yang narsistik membutuhkan musuh. Ia perlu membangkitkan perpecahan dan pertikaian. Dengan memecah-belah maka ia dapat memerintah. Jadi, ia kembali kepada monoteisme dan menghina agama orang Quraish. Dalam hidup Muhammad ada banyak sekali “putar balik” seperti ini. Pengajarannya terus berubah sesuai dengan respons yang diterimanya.

Para pemimpin bidat yang narsistik menginginkan kendali total atas hidup orang lain. Ini hanya dapat diperoleh dengan cara membujuk mereka dengan sebuah tujuan yang mulia – tujuan yang sangat muluk-muluk dan sangat menginspirasi sehingga mereka rela mengorbankan diri mereka. Tujuan itu tidak perlu benar, tetapi harus dipandang sebagai kebenaran tertinggi.

 

Apakah anda benar-benar percaya bahwa Muhammad merancang Islam sebagai agama yang abadi bagi milyaran orang hanya untuk memenuhi ambisi narsistiknya dalam 22 tahun karirnya yang singkat?

Ya! Itulah cara para pemimpin bidat yang narsistik menyelewengkan tujuan mereka. Tujuan-tujuan mereka senantiasa bersifat transendental, kosmis, menyeluruh, tidak tersaingi dan ilahi. Tujuan itu adalah sumber kekuasaan mereka. Semakin mulia dan menakjubkannya tujuan itu akan membuat mereka semakin berkuasa. Bersediakah anda membunuh ayah anda, ibu anda atau anak-anak anda demi uang atau tujuan apapun yang sepele? Tidak ada orang waras yang mau melakukan kejahatan seperti itu demi mendapatkan hasil yang duniawi. Namun demikian, jika saya menaikkan derajat tujuan itu dan meyakinkan anda bahwa membunuh orang-orang yang anda kasihi adalah perbuatan yang mulia dan itu adalah kehendak Tuhan bagi anda, maka anda akan melakukannya. Ada banyak kisah seperti itu dalam periode awal Islam. Anda dapat menemukannya dalam buku saya. Bahkan di jaman sekarang, orang Muslim membunuh anak-anak mereka karena anak-anak mereka melanggar beberapa peraturan Islam atau meninggalkan Islam.

 

Apakah seorang narsistik mewajibkan orang untuk memberi makan orang miskin, memberi sedekah dan memelihara anak yatim?

Ya, sudah tentu! Orang yang narsistik pertama-tama harus meyakinkan anda akan legitimasinya dan untuk itu ia akan mengatakan apapun pada anda yang langsung akan anda nilai sebagai hal yang baik. Apakah anda orang yang mau mengikuti orang yang hanya mengajarkan kejahatan? Satu-satunya alat orang yang narsistik adalah tipuan. Ia juga menggunakan rasa takut, tetapi itu juga seringkali dilakukan melalui tipu daya. Ia dapat mengendalikan anda selama anda percaya kepadanya. Oleh karena itu, ia harus mencitrakan dirinya sendiri sebagai orang suci. Citra itulah yang mencengkeram anda. Jika topengnya telah disingkirkan, ia akan kehilangan semua kredibilitasnya dan kekuasannya. Bagi orang yang narsistik, citra adalah segalanya. Itulah sebabnya mengapa perkataannya harus muluk-muluk dan menipu. Jadi bagaimana anda dapat membedakan yang mana seorang pemimpin sejati dan yang mana penipu busuk? Anda dapat mengenali mereka dari buah-buah mereka. Jangan perhatikan apa yang dikatakannya. Kata-kata digunakan untuk menipu. Perhatikanlah bagaimana ia hidup. Bandingkanlah perkataannya dengan perbuatannya. Seringkali perbuatan dan perkataan mereka tidak sejalan. Jika ia tidak melakukan apa yang dikatakannya maka itu adalah tanda yang jelas bahwa ia adalah seorang penipu dan bukanlah seorang pemimpin spiritual yang sejati.

Bagi seorang yang narsistik, pencitraan adalah segalanya. Ia memangsa orang lain yang menentang citra yang diproyeksikannya. Itulah perbedaan utama antara orang yang narsistik dengan orang yang sosiopat. Orang yang sosiopat tidak mempedulikan citranya. Ia ingin mengontrol para korbannya secara fisik melalui ketakutan. Orang yang sosiopat maupun yang narsistik menggunakan rasa takut sebagai alat untuk mendominasi. Sosiopat menggunakan rasa takut secara fisik, seperti mengancam para korbannya dengan melumpuhkan mereka atau membunuh mereka. Orang yang narsistik menggunakan rasa takut secara psikologis, seperti mengancam mereka dengan api neraka. Orang yang narsistik melakukan kekerasan ketika ia memperoleh kekuasaan melalui para pengikutnya. Umumnya ia tidak mengotori tangannya dengan darah. Aura kesucian bagi seorang yang narsistik adalah sesuatu yang sangat penting. Semua pemimpin bidat, tidak terkecuali, adalah “orang suci”. Mereka ingin dikagumi sebagai orang suci dan menyombongkan kesucian mereka sembari mempertontonkan kesopanan. Para pemimpin bidat umumnya kaum pria karena narsisisme utamanya adalah gangguan yang dialami pria. Mungkin itulah sebabnya mengapa para nabi pria melampaui para nabi perempuan. Selalu ada pengecualian.

At-Tirmidhi mengutip sebuah  hadith yang sangat bercirikan pembicaraan narsistik. “Aku sendiri adalah Kekasih Allah (habibullah) dan aku mengatakan hal ini tanpa kesombongan, dan aku membawa bendera kemuliaan (liwa ul-hamd) pada Hari penghakiman (lihat: the Day of Judgment), dan aku adalah pendoa syafaat pertama dan orang pertama yang syafaatnya diterima, dan yang pertama menggerakkan lingkaran-lingkaran Firdaus sehingga Allah akan membukanya untukku dan aku akan masuk ke dalamnya bersama orang-orang miskin dari kaumku, dan aku mengatakan hal ini tanpa kesombongan. Akulah yang paling dihormati dari Yang pertama dan Yang Terakhir, dan aku mengatakan ini tanpa kesombongan”.

Kini bandingkanlah omong besar ini dengan perbuatan-perbuatan Muhammad. Ia hidup seperti penjahat. Ia adalah kepala geng bandit menjarah orang-orang yang tidak berdosa, dengan kejam membantai orang-orang tidak bersenjata, mengambil para istri dan anak-anak mereka sebagai budak dan menjual mereka atau memperkosa mereka. Ia membantai orang-orang yang mengkritiknya, menyiksa para tawanannya sampai mati agar mereka mengatakan padanya dimana mereka menyembunyikan uang mereka, dan melakukan hubungan seksual dengan anak kecil. Sebenarnya ia mengejar dua orang anak tetapi anak-anak perempuan itu takut padanya dan berteriak “Aku berlindung pada Allah dari engkau”, maka ia berhenti. Yang seorang adalah Jauniyah dari Bani Jaun dan yang lainnya adalah Fatima bt. Zahhak dari suku  Hawazin.

Jika saya melakukan apapun yang dilakukan Muhammad, tentu anda tidak akan ragu menyebut saya sebagai seorang penjahat dan anda akan sangat senang mendengar saya dieksekusi dengan suntikan mati. Saya mengakui bahwa saya sangat senang ketika ada penjahat yang menjijikkan disingkirkan dari masyarakat untuk selamanya. Namun anda tidak bermasalah dengan mempercayai bahwa Muhammad adalah seorang suci, spesimen terbaik yang dapat dihasilkan ras manusia dan membenarkan semua kejahatannya. Dapatkah anda menjelaskan hal itu? Ini adalah pemikiran bidat. Faktanya Islam telah menyebar luas dan walaupun kini 1,5 milyar orang awam mempercayainya, itu tidak menjadikan Islam sebagai agama yang benar. Islam tetaplah bidat.

Yesus menjalani hidup yang suci. Ia tidak pernah melakukan kejahatan apapun yang dilakukan Muhammad, namun ketika ada orang yang menyebut-Nya sebagai Guru Yang Baik, Ia keberatan dan berkata “Hanya ada satu Yang Baik, yaitu Bapa-Ku yang ada di surga”. Apakah anda melihat perbedaannya? Orang yang hidup seperti monster mengklaim diri sebagai orang yang paling sempurna, sedangkan orang yang tidak bercela menolak disebut orang baik.

Apakah Muhammad memberi makan orang miskin dan yatim piatu? Tidak! Ia menjarah, merampok dan menjerumuskan ribuan orang ke dalam kemiskinan. Ia membuat ribuan anak menjadi yatim piatu. Ada kisah terkenal mengenai seorang bernama Oqba, yang ia tangkap dalam Perang Badr dan Muhammad memutuskan untuk memenggal kepala orang itu karena ia telah menghina Muhammad di Mekkah. Oqba meratap, “Lalu siapa yang akan memelihara anak-anak saya?” Muhammad menjawab, “Neraka”.

Ia tidak menolong orang miskin. Ia hanya menolong orang-orang yang pindah ke Medinah dengan uang hasil curiannya dari perampokan-perampokan yang dilakukannya dengan bantuan orang-orang itu. Penjahat manapun akan menunjukkan kemurahan kepada gengnya. Ini dilakukan untuk mendapatkan kesetiaan mereka. Muhammad tidak menolong anak yatim manapun. Ia hanya bermulut manis untuk mempertontonkan kesalehan. Hingga hari ini anda mengutip kata-kata tipuan ini, walaupun anda tidak dapat memberikan contoh apapun mengenai kemurahan hatinya kepada orang miskin dan yatim piatu. Itulah sebabnya mengapa ia mengatakan kata-kata ini. Tanpa kata-kata ini maukah anda atau siapapun mengikutinya? Anda sudah ditipu dengan perkataannya. Untuk menyadarkan anda, anda sendiri harus mengabaikan kata-katanya dan memperhatikan perbuatan-perbuatannya. Kenalilah perkataannya dari buahnya.

 

Apakah seorang yang narsistik mengatakan bahwa binatang-binatang hidup dalam komunitas seperti kita dan harus dihargai?

Pertama-tama, binatang tidak hidup dalam komunitas seperti kita. Hanya simpanse dan kera-kera besar yang “dekat” dengan kita yang mempunyai kelompok masyarakat yang hampir mirip dengan kelompok-kelompok masyarakat manusia primitif. Jadi, klaim ini salah secara ilmiah.

Lebih jauh lagi, ayat ini tidak berarti bahwa binatang harus dihormati. Ini adalah penafsiran anda. Orang Muslim suka menafsirkan dan melebih-lebihkan ayat-ayat Quran untuk menemukan apapun yang bermakna bahkan mujizat di dalamnya. Perayaan terbesar dalam Islam adalah Idul Adha dimana banyak binatang dibantai. Mereka juga mengorbankan binatang-binatang ketika mereka naik haji. Belum lama ini bangkai binatang-binatang itu dikuburkan. Dalam Islam tidak ada larangan terhadap perlakuan kejam pada binatang. Orang Muslim tidak makan daging kecuali binatang itu dibantai terlebih dahulu dengan kejam. Daging halal berarti penyiksaan terhadap binatang. Saya menganjurkan agar orang memboikot toko-toko yang menjual makanan halal.

 

Apakah orang yang narsistik mengatakan agar anda tidak benar-benar tidur sedangkan tetangga anda kelaparan?

Ya! Orang yang narsisitik penuh dengan ajaran yang muluk-muluk mengenai orang lain. Keseluruhan plotnya adalah untuk menipu orang lain bahwa ia adalah orang suci. Tetapi dalam praktiknya, ia tidak mempedulikan orang yang miskin dan lapar. Ia akan menyerang, menjarah dan memiskinkan orang. Bacalah kisah mengenai Banu Qainuqa dan Banu Nadir. Muhammad menciptakan tuduhan-tuduhan palsu untuk membuang mereka dari kampung halaman mereka dan mengambil semua yang mereka miliki. Banyak di antara mereka yang mati kelaparan di padang gurun; ini adalah hal yang paling dibanggakan para sejarawan Muslim. Tuduhan-tuduhan terhadap mereka semuanya adalah rekayasa, tetapi seandainya pun itu benar, apakah mereka semua bersalah, termasuk anak-anak?

 

Apakah orang yang narsistik mencintai istrinya seperti Muhammad mencintai dan meratapi Khadijah?

Anda harus membaca buku saya. saya telah menjelaskan hubungan simbiotik antara Muhammad yang narsistik dengan Khadijah yang “co-dependent”. Kedua orang ini sakit. Mereka saling membutuhkan. Muhammad bagaikan seorang anak yang harus diasuhnya dan Khadijah bagaikan ibu baginya, untuk dieksploitasi. Keduanya menikmati hubungan yang sadomasochistis. Sebagai seorang psikiater anda mengetahui hubungan antara seorang yang narsistik dengan seorang yang “co-dependent”. Hubungan semacam itu berhasil, tetapi itu bukan kasih. Silahkan membaca buku saya.

 

Apakah seorang yang narsistik mengajarkan bahwa tidak ada ras yang lebih superior dari ras lainnya?

Apakah Muhammad mengajarkan hal itu? Muhammad percaya bahwa orang Arab lebih superior daripada semua ras lainnya, orang Quraish lebih superior dari suku Arab lainnya, Bani Hashim lebih superior dari klan-klan lainnya dan ia lebih superior dari semua manusia. Ada banyak sekali hadith yang membuktikan hal itu. Anda dapat menemukannya dalam buku saya.

Orang Muslim sangat merendahkan ras kulit hitam sehingga Ahmad ibn Abi Sulayman, sahabat dari Sahnun berkata, “Barangsiapa yang mengatakan bahwa Nabi berkulit hitam harus dibunuh”. [Ibn Musa al-Yahsubi, Qadi ‘Iyad. Ash-Shifa. Tr. Aisha Abdarrahman Bewley. Medina Press, cetakan kelima, 2004, h.375]

Silahkan melihat video singkat ini jika anda masih berada di bawah delusi bahwa Islam menjunjung kesetaraan ras.

 Dipetik dari: www.indonesian.alisina.org