Kasus Charlie Hebdo: Pembunuhan Orang-orang Muslim, Kristen dan “Charlie Hebdo”

Nabi Muslim merasa sangat marah atas puisi dari para pujangga itu. Lantas apa yang ia lakukan? Ia membunuh mereka semua. Mungkinkah para pembunuh staf Charlie Hebdo di Paris hanya sedang meniru apa yang dilakukan oleh Nabi mereka?

Jumat, 23 Januari 2015

Terimakasih untuk internet, seluruh dunia boleh mengetahui kisah mengenai serangan teroris di Perancis. Charlie Hebdo adalah sebuah harian yang terbit mingguan, berisi karton-kartun, berita-berita, polemik dan lelucon-lelucon yang tampil apa adanya.

Charlie Hebdo (“hebdo” adalah kependekan dari hebdomadaire, artinya ‘mingguan’. “Charlie” dari kata “Charlie Brown,” karakter utama dalam buku komik Peanuts) yang penuh dengan satir, ejekan dan sarkisme. Satir ini ditujukan pada para politisi sayap kanan dan agama-agama seperti Yudaisme, Katolik, Kristen dan Islam.

Sejumlah teroris Muslim, dalam usaha untuk membela nabi dan agama mereka, telah membunuh 12 orang staf dari majalah ini, pada tanggal 7 Januari 2015 lalu. Aksi penyerangan ini telah dikecam oleh para pemimpin Muslim dan non-Muslim di seluruh dunia.

Satir yang ditujukan pada Agama selalu bersifat ofensif

Pada tahun 1987, seorang artis dan fotografi Amerika menaruh sebuah salib dalam sebuah gelas yang terisi penuh dengan air kencingnya. Ia kemudian memotret gelas itu dan memberi judul fotografinya dengan nama “Piss Christ” (Kencing Kristus). Hasil fotografinya itu kemudian dipertontonkan dalam sebuah acara seni dan dipublikasikan secara luas di berbagai majalah. Tentu saja orang-orang Kristen merasa bahwa fotografi itu sangat menyerang mereka. Kenyataannya, bahkan sampai ada sejumlah ancaman pembunuhan atas diri artis Amerika itu. Untunglah hingga saat ini ancaman itu tak pernah menjadi kenyataan.

Satir yang ditujukan pada agama dan pada tokoh-tokoh agama telah berlangsung lama. Kekristenan dan Islam juga selalu menjadi target dari satir.

Contoh-contoh Satir yang ditujukan kepada YESUS dan Muhammad

Ketika Isa tengah disalib, orang banyak yang tengah menyaksikan mencemoohkannya,” "Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Ia Raja Israel? Baiklah Ia turun dari salib itu dan kami akan percaya kepada-Nya.  Ia menaruh harapan-Nya pada Allah: baiklah Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan kepada-Nya! Karena Ia telah berkata: Aku adalah Anak Allah."  (Matius 27:42,43)

Ketika Islam didirikan, tulisan dan puisi yang dibacakan adalah bentuk seni popular di Semenanjung Arabia. Para sejarawan Islam juga mencatat nama-nama banyak orang yang pernah menulis dan membacakan puisi satir yang ditujukan pada nabi Muslim. Disini ada beberapa puisi, sbb:

Abu Afak – Menentang Muhammad melalui puisinya

Fartana dan Quraybah – Membacakan puisi yang sangat menyerang Muhammad

Ka’b ibn Zuhayr ibn Abi Sulama – Menulis puisi-puisi satir mengenai Muhammad

Al-Harith bin al-Talatil dan Hubayrah – Mengolok-olok Muhammad lewat puisinya

Abdullah ibn Zib’ari – Menulis puisi yang ofensif menentang Muhammad

Nabi Muslim merasa sangat marah atas puisi dari para pujangga ini. Lantas apa yang ia lakukan? Ia membunuh mereka semua. Mungkinkah para pembunuh staf Charlie Hebdo di Paris hanya sedang meniru apa yang dilakukan oleh Nabi mereka? (Klik disini untuk membaca daftar lengkap pembunuhan-pembunuhan yang diperintahkan oleh Muhammad)

Sikap kita ketika para pemimpin agama diejek dengan Satir

YESUS mengajarkan kepada para pengikutnya: “Kasihilah musuhmu! Berbuat baiklah kepada mereka yang membenci kamu. Berkatilah mereka yang mengutuki kamu. Berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Lukas 6:27-28)

YESUS adalah contoh yang harus kita ikuti! Ia memperlihatkan pada kita bagaimana seharusnya kita memperlakukan orang-orang yang menyerang kita. Ia memerintahkan para pengikutNYA untuk mengasihi musuh-musuh mereka. Mereka tak boleh membalas kejahatan dengan kejahatan. Sebaliknya, mereka harus membalas kejahatan dengan berkat. Mereka harus mengampuni musuh-musuh mereka (Matius 5:39,44; 1 Petrus 3:9; Lukas 23:34)

YESUS tidak hanya mengajarkan kepada kita bagaimana caranya menghadapi sarkasme dan satir. Ia juga telah memberikan diriNYA menjadi korban demi menyelamatkan kita dari kematian. Ketika kita telah memiliki Dia sebagai Juru Selamat kita, kita tak lagi perlu membalas kejahatan dengan kejahatan.